Bob Marley mempunyai seorang ayah bernama Norval Sinclair Marley, seorang kapten yang mengawasi tanah perusahaan Crown Lands milik Pemerintahan Inggris, dan ibunya yang bernama Cendella, seorang wanita pribumi yang terpikat hatinya oleh kapten Norval Sinclair Marley sesaat beliau berkunjung ke Nine Miles. Hubungan mereka menjadi pergunjingan warga setempat karena perbedaan ras, kapten Norval memiliki kulit putih, sedangkan Cendella sendiri berkulit hitam. Namun pada bulan Mei tahun 1944 Cendella hamil, dan tepat hari jumat dilaksanakanlah pernikahan antara kapten Norval dengan Cendella.
Pada tahun 1950 Cendella dengan Bob Marley pindah ke Trench Town, Kingston, Jamaica. Marley kecil mulai berinteraksi dengan geng-geng jalanan yang kemudian berlanjut menjadi gerombolan bernama “The Rudeboys”, selain itu dia dijuluki “Tuff Gong” oleh gerombolannya. Pada waktu itu Bob Marley sering mendengarkan musik R&B, soul, Reggae, dan di jalanan Kingston dia selalu menikmati hentakan irama Ska dan Steadybeat. Dikemudian hari ia mencoba memainkannya musik reggae di banyak studio musik kecil di Kingston.
Pada awal 1962 Bob Marley, Bunny Livingstone, Peter Mcintosh, Junior
Braithwaite, Beverley Kelso dan Cherry Smith membentuk grup ska &
rocksteady dengan nama The Teenager
yang nantinya berubah menjadi The
Wailing Rudeboys dan berganti nama lagi menjadi The Wailing Wailer dan akhirnya menjadi The Wailers. Pada tahun 1963 mereka mengeluarkan album perdana
dengan hit Simmer Down. Lirik lagu
mereka banyak berkisah tentang “rude bwai”
(rude boy), anak-anak muda yang mencari identitas diri dengan menjadi
berandalan di jalanan Kingston. Pada bulan April 1966 Bob Marley kembali ke
Jamaika, bertepatan dengan kunjungan HIM Haile Selassie I –Raja Ethiopia- ke
Jamaika untuk bertemu penganut Rastafari, kharisma sang Raja yang membawa ia
menjadi penghayat ajaran Rastafari. Pada tahun 1967, bersama The Wailers, Bob
Marley membawakan musik dengan menyuarakan nilai-nilai ajaran Rasta melalui
reggae. Penganut Rastafari lantas menganggap dia menjalankan peran profetik
sebagaimana para nabi, menyebarkan inspirasi dan nilai Rasta melalui
lagu-lagunya.
The Wailer bubar pada tahun 1971, namun Bob Marley segera membentuk band baru bernama Bob Marley and The Wailers, Tahun 1972 album Catch A Fire diluncurkan. Menyusul kemudian Burning (1973-berisi hits “Get up, Stand Up” dan “I Shot the Sherrif” yang dipopulerkan Eric Clapton), Natty Dread (1975), Rastaman Vibration (1976), dan Uprising (1981) yang makin memantapkan reggae sebagai musik mainstream dengan Bob Marley sebagai ikonnya. Untuk tur-nya sendiri, Bob Marley and The Wailers melakukan tur keliling eropa pada tahun 1979, dan setelah itu melakukan 2 pertunjukan di Madison Square Garden dalam rangka merengkuh kulit hitam di Amerika Serikat. Hingga pada tahun 1978, Bob Marley menerima medali perdamaian dari PBB sebagai penghargaan atas upayanya mempromosikan perdamaian melalui lagu-lagunya.
The Wailer bubar pada tahun 1971, namun Bob Marley segera membentuk band baru bernama Bob Marley and The Wailers, Tahun 1972 album Catch A Fire diluncurkan. Menyusul kemudian Burning (1973-berisi hits “Get up, Stand Up” dan “I Shot the Sherrif” yang dipopulerkan Eric Clapton), Natty Dread (1975), Rastaman Vibration (1976), dan Uprising (1981) yang makin memantapkan reggae sebagai musik mainstream dengan Bob Marley sebagai ikonnya. Untuk tur-nya sendiri, Bob Marley and The Wailers melakukan tur keliling eropa pada tahun 1979, dan setelah itu melakukan 2 pertunjukan di Madison Square Garden dalam rangka merengkuh kulit hitam di Amerika Serikat. Hingga pada tahun 1978, Bob Marley menerima medali perdamaian dari PBB sebagai penghargaan atas upayanya mempromosikan perdamaian melalui lagu-lagunya.
Pada tahun 1977, Bob Marley divonis
terkena kanker kulit, namun disembunyikan dari publik. Pada tanggal 21
September tahun 1980, ia pingsan saat jogging di NYC’s Central Park. Kankernya
telah menyebar sampai otak, paru-paru dan lambung. Penyanyi Reggae inipun
akhirnya menghembuskan nafas terakhir di Miami Hospital pada tanggal 11 mei
tahun 1981 di usia 36 tahun.
Dua dekade setelah Bob Marley
meninggal, intensitas (kebesaran) dia menempatkannya menjadi salah satu legenda
yang masuk Rock n’ Roll Hall of Fame pada tahun 1994. Majalah time sendiri
memilih lagu Bob Marley & The Wailers yaitu Exodus sebagai album terbesar pada abad ke-20, dan pada tahun 2001
ia memenangkan Grammy Lifetime
Achivement Award. Pada tahun yang sama, Jeremy Marre dari Rebel Music, membuat film dokumenter tentang
kehidupan Bob Marley. Dengan kontribusi Rita, The Wailers, anaknya, keluarganya, serta para pecintanya. Film tersebut
menceritakan tentang Bob Marley, yang juga disertai kata-katanya sendiri. Film
ini sendiri dinominasikan untuk The Best
Form Music Video Documentary at The Grammies, serta penghargaan untuk
beberapa kategori lainnya.
“Pada umumnya di Indonesia, sosok Bob Marley
banyak di identikan dengan ganja, padahal ganja adalah ritual serta bagian dari
ajaran Rasfarian dan Bob Marley adalah penganutnya, jadi wajar bila ia
mengkonsumsi, menjadikan syair, dan menyanyikannya. Bob Marley bukanlah hanya
sekedar bintang musik yang sebagian rekamannya memecahkan rekor internasional,
namun ia juga menjadi sebuah figure moral dan religious, dan sangat diakui
banyak dari lagu-lagu Bob Marley bisa membawa perdamaian dan perubahan.
Lagu-lagu Bob Marley akan menjadi karya-karya yang abadi dan terus menggema di
seluruh dunia. “No Women No Cry” masih
akan terus menghapus air mata dari wajah seorang janda, “Exodus” masih akan memunculkan ksatria, “Redemption Song” masih akan menjadi tangisan emansipasi untuk
melawan segala tirani, “Waiting in Vaint”
akan tetap menggairahkan, dan terakhir “One
Love” akan terus menjadi himne perdamaian untuk seluruh dunia.”
Referensi di ambil dari :
-
Wikipedia
-
samuelbrian.wordpress.com
0 komentar:
Posting Komentar